Jakarta, CNBC Indonesia – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai menyerukan adanya ‘Petaka baru’ yang akan menghampiri dunia, terutama negara-negara yang dekat dengan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
‘Petaka baru’ itu terkait dengan permulaan fenomena El Nino di dunia. PBB melalui Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) telah mengeluarkan laporan pemantauan terbaru mengenai peluang terjadinya El Nino pada tahun 2023. Tim peneliti dari WMO memprediksi El Nino yang bakal terjadi dalam kategori kuat sehingga dampaknya bisa lebih besar.
Ancaman El Nino kembali datang ke Indonesia. Kenaikan suku permukaan laut di bagian timur Samudra Pasifik ini akan berpotensi menurunkan produksi padi dan mengganggu stabilitas harga pangan. Alhasil, harga beras berpotensi mengalami kenaikan.
Potensi kenaikan harga beras ini terjadi di tengah melandainya hampir sebagian bahan pangan dunia. Indeks harga pangan FAO turun ke level 124,3 poin pada Mei 2023. Angka ini melandai dibandingkan yang tercatat pada April 2023 yakni 127,7 poin.
Sebagai informasi, El Nino atau El Niño-Southern Oscillation (ENSO) adalah fenomena laut-atmosfer yang terjadi secara berkala dan tidak teratur yang melibatkan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik timur laut. Kondisi ini sangat mempengaruhisebagian besar daerah tropis dan subtropis.
El Nino kali ini muncul ketika osilasi permukaan laut di Samudra Hindia memasuki periode menghangat. Perubahan ini merupakan fase positif dari fenomena yang disebut Dipol Samudra Hindia (IOD).
Dalam situs BMKG, IOD merupakan fenomena cuaca ketika terjadiperbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu di Laut Arab (Samudra Hindia bagian barat) dan Samudra Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
Indonesia terakhir kali menghadapi El Nino dan IOD secara bersamaan pada 2019. Menurut Dwikorita, El Nino yang lemah dan IOD yang kuat saat itu bermuara ke jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang tinggi.
Kekeringan & Produksi Padi Diramal Menyusut
Berdasarkan perkiraan Kementerian Pertanian, KondisiEl Nino dan IOD yang akan berlangsung secara bersamaandapatmenyebabkan kekeringan yang melanda antara 560 ribu hingga870 ribu hektare (ha) lahan. Luas lahan yang mengalami kekeringan ini jauh lebih besar dari biasanya di 200 ribu hektare.
El Nino kembali ke Indonesia di tengah kemandekan produktivitas padi yang telah terlihat sejak 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produktivitas padi cenderung mandek di level 52 kuintal per hektare antara 2018 dan 2022. Dalam periode ini, luas panen dan produksi sama-sama menyusut.
Fenomena El Nino diperkirakan akan memangkas produksi padi pada 2023 setidaknya 5% dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, laju penurunan itu setara dengan 2,7 juta ton gabah kering giling (GKG). Dengan demikian, produksi padi bisa turun ke 52 juta ton GKG pada 2023.
Ketika Indonesia menghadapi El Nino dan IOD pada 2019, BPS memperkirakan produksi padi turun 7,7% ke 54,6 juta ton GKG dari tahun sebelumnya. Penurunan terjadi di tengah cuaca ekstrem. Sawah menghadapi banjir pada awal tahun dan kekeringan selama paruh tahun kedua.
Padahal produksi padi pada musim panen di Maret 2023 telah naik tipis.Berdasarkan data BPS, produksinya diperkirakan hanya tumbuh 0,53% ke 23,9 juta ton GKG pada periode Januarihingga April 2023 dibandingkantahun sebelumnya.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/research/20230708154411-128-452476/pbb-serukan-petaka-baru-pertanian-pangan-dunia-terancam